Monday, August 13, 2007

Emosi Sebuah Foto

Salah satu Karya Indra foto Pramoedya Ananta Toer

Menjadi fotografer lebih dari sekadar meneruskan usaha tradisi keluarga. Meski lahir dan besar di dunia fotografi, belum tentu orang bisa menjadi fotografer yang baik. Apa resepnya?

Tak berlebihan memang jika Indra Leonardi dikenal sebagai seorang fotografer Potraits yang dikenal luas. Kemampuannya membawa emosi obyek ke dalam fotonya demikian menyentuh. Dengan jenius dia mampu menggabungkan teknik fotografi, emosi dirinya dan sang obyek ke dalam estetika gambar yang berkarakter. Interaksi itu terjalin mulus seolah tanpa beban sehingga emosi yang keluar adalah sebuah tautan yang tidak saling tumpang tindih antara karakter fotografer dan obyek.

Dunia fotografi sendiri sejatinya merupakan dunia yang telah lekat pada diri Indra semenjak kecil. Ayahnya adalah seorang fotografer sekaligus pendiri studio King Foto. “Jadi bagi saya fotografi sudah menjadi aliran darah,”ujar Indra. Namun bukan hanya alasan itu yang membuat Indra tergerak untuk mengetahui fotogarfi lebih jauh. “Sebenarnya di luar pengaruh ayah, saya memang telah tertarik dengan seni. Mulai lukisan, patung, arsitektur, disain termasuk fotografi,” papar Indra.

Untuk lebih mendalami fotografi Indra pun belajar di Brooks Institute of Photography Santa Barbara, Amerika Serikat. Hasilnya, Ia mempunyai bekal teknik fotografi yang lebih matang. “Dengan basic yang baik akan mempermudah kita dalam melakukan eksperimen-eksperimen baru,” paparnya. Pada awal berkarya Ia mengaku terinspirasi aneka foto yang mempunyai rasa hingga menembus dimensi tertentu. Menurut Indra, “Karya yang bagus dari fotografer manapun menjadi masukan penting sekaligus sumber saya berimajinasi.”

Seiring bergulirnya waktu Indra akhirnya menemukan tastenya yang merupakan nilai lebih dari seorang fotogrfer. “Photography is general. But style is personal,” paparnya. Dan untuk menemukan gaya itu dituntut kejelian bisa melihat kelebihan atau kekurangan diri sendiri. Dan baginya seorang fotografer harus percaya bahwa foto yang akan dibuat besok atau hari ini merupakan karya terbaik. Dengan demikian muncul stimulus untuk bisa berkarya lebih baik lagi.

Potraits dan Seratus tokoh
Menjadi fotografer portrait pada dasarnya bukanlah profesi yang mudah. Menurut Indra proses kreatifnya selalu penuh tantangan. “Kita harus mendapatkan soulnya.Untuk itu saya harus menyerahkan jiwa saya sebelum menghadirkan jiwa orang tersebut ke dalam fotografi yang saya buat,” tuturnya. Dalam mendapatkan jiwa itu, biasanya Indra akan membangun sebuah hubungan psikologis yang kuat, guna menarik keluar sisi terdalam mereka. “Untuk dapat mengetahui karakter seseorang, saya harus komunikasi, melihat rumahnya, cara berjalan, atau berpakaian. Dan pastinya setiap orang berbeda meskipun mereka dilahirkan kembar,” tukas Indra.
Dan belum lama ini tepatnya tanggal 24 Maret-1 April 2007 silam, ia berhasil “merekam” seratus tokoh dalam pameran sekaligus peluncuran bukunya berjudul Indonesian Portraits. Pada kesempatan itu, ia menghadirkan wajah-wajah toko di Indonesia. Diantaranya: Garin Nugroho, Sardono W. Kusumo, WS Rendra, Bob Sadino, Titi DJ, Chris Jon hinga Presiden Susilo Bambang Yudhono.
Dengan takaran foto yang luar biasa, Indra tetap melakukan pendekatan sederhana dalam memotret. “Secara teknik pencahayaan dalam pemotretan saya, rata-rata sederhana meski terkadang ada juga yang ribet,” ujarnya. Dengan tujuan mengeluarkan jiwa objeknya, maka Indra lebih menitik beratkan sisi tersebut ketimbang yang lain. “Saat pemotretan terutama yang ada karakter, saya lebih mementingkan aura dari orang itu. Jadi waktu motret, saya sudah tidak memikirkan apakah lampunya nyala atau tidak nih, lighting nya hingga f-berapa,” paparnya.

Selain itu previsualisasi menurutnya memgang pernanan penting, sehingga sebelum memotret ia sudah memiliki gambaran seperti apa foto yang akan dihasilkannya kelak. Sebagai senjatanya, ia mengandalkan Canon 1 DS Mark II. Menurutnya kamera ini sesuai dengan karakternya dengan kepraktisan dan kecepatannya. Bagi mereka yang berniat menjadi fotografer yang baik Indra mempunyai pesan,”Dont stop learning. Kita punya dua kuping dan satu mulut, harus banyak menerima in put. Dan yang paling penting Be your self, idealisme harus ada meski harus tetap fleksibel,” katanya lantas tersenyum.

Menuju Dunia Nan Damai


Di era ilmu pengetahuan dan teknologi modern, proses keratif tak bisa dibendung. Tapi dibalik itu, manusia tak boleh kehilangan rasa kemanusiaan, sekaligus harta terbesarnya semenjak lahir, untuk terus mengumandangkan nilai-nilai perdamaian.

Bersama bergemanya dentang genta dan wewangian bunga pendeta Sri Sri Ravi Shankar melangkah mendekati sebuah tungku besar dan meletakkan obor ditangannya pada tungku tersebut. Api pun langsung berkobar membakar seluruh area tungku tanpa tersisa.

Jilatan api kian membesar semakin menegaskan bahwa “Api Perdamaian” telah dihidupkan. Seketika aura kebajikan langsung berpendar, merebak mengisi setiap sisi pelataran Garuda Wisnu Kencana Park, Jimbaran, Bali. Dan bagai terkesiap oleh magisnya, ratusan pasang mata tak henti menatap geliat api perdamaian yang tengah mengurai pesannya.

Perayaan pancaran api perdamaian sejatinya bersumber dari upacara, Homa Yadnya. Sebuah ritual keagamaan masyarakat Hindu di Bali. Sekarang dalam perayaannya meski masih dalam balutan ritual agama, pancaran api perdamaian mempunyai manifestasi yang jauh lebih besar. Yaitu menyatukan dunia dalam satu ikatan keluarga. Dengan dipandu pendeta Sri Sri Ravi Shankar seorang pemimpin spiritual asal India dan pendiri The Art Living Foundation, diharapkan bisa memberikan pancaran kedamaian kepada masyarakat dunia.

Sekitar 5000 umat, 700 orang diantaranya utusan dari 27 negara, mengikuti secara hikmat perayaan bertema “Mpu Kuturan untuk Bali 1000 tahun ke depan”. Mpu Kuturan sendiri merupakan orang yang membangun dan meletakkan dasar ritual ini seribu tahun silam. Dia juga berjasa menata kembali tata kemasyarakatan di bidang spiritual (social religius) di masa pemerintahan Raja Udayana. Pada tahun 999 Masehi (Isaka 921) memimpin sebuah pertemuan besar di Samuan Tiga, Gianyar. Dihadiri segenap komponen masyarakat Bali, pertemuan ini menyepakati tiga prinsip dalam menyembah Tuhan yang tunggal dalam wujud Brahma, Vishnu, dan Maheswara.

Banyak faktor yang membuat upacara perayaan Pancaran Api Perdamaian yang dipusatkan di Bali. Bertepatan dengan Hari Raya Saraswati (hari lahirnya ilmu pengetahuan), acara ini dilengkapi unsur-unsur alam yang disatukan dengan elemen ritual yang tumbuh dan berkembang di India dan Pulau Dewata.

Perayaan ini sekaligus menjadi mometum bagi umat manusia untuk mengukur dan merefleksikan diri sejauh mana dirinya telah melangkah mewarnai dunia ini. Saat ini penduduk dunia diperkirakan mencapai 6,8 miliar jiwa dan saling bersaing dalam suasana yang memiriskan. Persengketaan antar suku, pengikisan nilai-nilai kemanusiaan, pertentangan matra ekonomi dan bergesernya pemahaman keagamaan. Pun ditambah dengan semakin menipisnya materi alam yang tersimpan dalam kandungan bumi.

Perubahan cuaca yang sangat drastis dan pemanasan global meningkat setiap saat. Beberapa bagian dunia semakin tak tersentuh perkembangan teknologi dan perekonomiannya. Namun di sisi lain kesenjangan sosial semakin melebar. Kedamaian adalah perwujudan hakiki bagi tiap insani. Kedamaian sangat mungkin didapatkan apabila masing-masing dari kita berani melakukan perubahan. Bukan hanya dalam takaran alam pikiran. Namun juga hati nurani.

Pada akhirnya pengalaman hidup dalam suasana harmonis akan mengkristal seperti tatanan "Tri Hita Karana". Dalam mengatur hubungan harmonis antara sesama umat manusia, lingkungan dan Tuhan Yang Maha Esa. Pun demikian dengan ritual "Homa Yadnya" diharapkan umat manusia mampu memahami konteks kekinian, mengulang peristiwa di Samuan Tiga, Kabupaten Gianyar, Bali, seribu tahun silam. Menjaga spirit keagamaan sekaligus membangun semanagat perdamaian dan kebersamaan.

Tuesday, July 17, 2007

Menikmati Hidangan Alami


Anahata Restaurant

Sambil menikmati makanan, mata kita akan dimanja oleh hamparan hutan tropis dan lembah hijau yang masih terjaga kelestariannya.


Pulau Dewata tidak hanya menjanjikan keajaiban alam dan keindahan budaya saja, tetapi juga eksotisme seni kulinernya. Masakan dengan rasa khas yang dibungkus dengan suatu seni memasak yang berbeda, tentu akan mempunyai keistimewaan tersendiri. Apalagi kenikmatan dari makanan tersebut dipadukan dengan sebuah tempat yang tenang untuk merehatkan tubuh.

Dan paduan dua kenikmatan tersebut ada di Anahata Villas & Spa Resort. Yaitu sebuah penginapan sekaligus restoran dengan seni dan cita rasa masakan tradisonal Bali yang disajikan dengan wajah berbeda. Selain mengedepankan unsur rasa pada restorannya, tempat ini juga sangat memperhatikan estetika keseluruhannya. Nuansa back to nature yang menghiasnya diwujudkan dengan tidak mengubah elemen yang ada pada alam sama sekali.

Hal ini dimaksudkan untuk lebih memaksimalkan keindahan sumber daya tersebut. Seperti diungkapkan Dewa Gede Sudharsana, selaku executive Chef , “Kami hanya mengkombinasikannya sehingga unsur-unsur estetis yang menyatu dengan alam tersebut bisa dinikmati oleh para tamu,” ujarnya.

Anahata Villas & Spa Resort yang diambil dari bahasa sansekerta berarti: Cinta dan Kasih Sayang, beropersi sejak Nopember 2004 dengan mengusung visi natural retreat for mind body and soul. Dengan visi itu diharapkan tamu yang menginap atau datang akan mendapatkan sebuah keharmonisan antara jiwa, pikiran yang berpadu dengan keselarasan alam.

Selaras dengan konsep Anahata Resort, restonyapun tak mempunyai spesifikasi tertentu seperti: fusion atau cosy. Beragam hidangan dari tradisional sampai international, hingga vegetarian tersedia disini. ”Anahata restoran menyajikan makanan sehat dan alami serta makanan yang bercita rasa khas Bali. Uniknya, semua bahan makanan murni berasal dari alam sekitar yang mudah di dapat,” ujar Dewa. Adapun alasan resto ini mengutamakan konsep makanan tradisional Bali dengan menu sehat vegetaris, mengingat kebanyakan pengunjung atau tamu yang menginap adalah pe-yoga. “Kebanyakan dari mereka ini adalah vegetarian,” papar Dewa.

Tetapi di sisi lain upaya untuk menghadirkan menu khas Bali tersebut adalah untuk memperkenalkan sekaligus mensejajarkan makanan tradisonal Indonesia khususnya Bali dengan kuliner international. Apalagi penyajian dari masakan ini sangat mengedepankan unsur seni yang dibungkus oleh cita rasa yang tinggi. Menurut Dewa, ”Menu unik dari Anahata adalah Bebek goreng garing dan bebek betutu. Masakan khas Bali ini sendiri sangat jarang dihidangkan oleh restoran lain,” ujarnya.

Menu bebek goreng garing dan bebek betutu ini sendiri diolah secara khusus serta di sajikan dengan sambal tiga warna unik dengan rasa spesial. Disamping itu, menu andalan lainnya adalah banana spring roll, yaitu pisang goreng yang di modifiakasi menggunakan kulit lumpia berisi keju dan potongan coklat di dalamnnya. Penyajiannya disertai dengan dengan saus kiwi serta orange.

Melihat tanggapan yang sangat positif dari para tamu maka tidak heran jika restoran ini mengupayakan untuk terus menjaga kepercayaan pelanggannya tersebut. Untuk menjaga cita rasa dan mempertahankan kekhasan menu tersebut, Anahata Restoran telah menyetandarkan semua sisi penyajiannya. Mulai dari resep hingga cara pengolahannya. “Kami juga selalu uji coba secara berkala,” ujar Dewa.

Hasilnya setiap tamu yang berkunjung sangat antusias menikmati hidangan tersebut. Mereka pasti ingin kembali mencicipi bebek goreng garing spesial dengan sambal khusus tersebut. Bahkan beberapa tamu khusus datang untuk itu menu khusus spesial yang hanya ada di Anahata Restoran.

Monday, July 16, 2007

Kenikmatan Dari Sebuah Hobi


Soebronto Laras


Meski segudang kegiatan, bukan berarti tak melupakan gaya hidup sehat. Mengapa olahraga bersepeda menjadi arena pelepas stressnya?


Minggu pagi, irama kota Jakarta mengalun lebih tenang. Pun udara masih segar mengisi rongga pernafasan. Kepadatan, ketegangan, polusi udara dan kemacetan lalu lalang kendaraan bermotor di Jakarta, seolah rehat untuk sementara.

Di salah satu sudut kota jakarta, tepatnya di bilangan Monas (Monumen Nasional), suasana tampak ramai. Banyak warga Jakarta menikmati hari liburnya dengan berolahraga di arena ini. Salah satunya, Soebronto Laras. Dengan balutan busana lengkap olahraga bersepeda, Dirut. PT Indomobil ini tengah duduk di sebelah sepedanya.

Tetesan keringat peluh mulai membasahi keningnya. Pembakaran energi usai dilakukannya dari tempat tinggalnya menuju halte di depan kantor Gubernur DKI menjadi lokasi berkumpul komunitas sepeda yang dipimpinnya. “Anggota yang datang belum banyak kalau sudah berkumpul semua, jumlahnya bisa empat ratusan orang,” ujarnya.

Bagi Soebronto, bersepeda bukan hobi baru. Sejak kecil dia sudah mengakrabi benda satu ini. Tapi kesenangannya ini sempat lama tak disentuhnya karena harus hijrah ke Inggris. Baru setelah kembali dari perantauannya, lulusan Paisley College dan London College, Inggris ini kembali intens mengayuh sepeda tahun 1971. “Waktu di Inggris susah sekali main sepeda,” ujar eksekutif yang juga akrab disapa Yonto ini.

Pada awalnya, pria kelahiran 5 Oktober 1943 ini hanya sendirian meluncur diatas roda dua. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, mulai bermunculan beberapa orang yang mempunyai hobi serupa dengan dirinya. Diakui Soebronto, “Puncak antusiasme masyarakat terhadap hobi bersepeda saat fenomena fun bike mulai merebak,” katanya.



Melihat tingginya animo masyarakat terhadap olahraga bersepeda ini, Soebronto dan teman-temannya berinisiatif membentuk klub Jakarta Cycling Club (JCC). Menurut Soebronto lewat klub sepeda yang dipimpinnya ini, selain berolahraga juga dijikan arena gaul dengan seluruh lapisan masyarakat. “Diantara anggota kita ini ada yang atlet, cuma sekadar main-main, atau benar-benar hobi. Mereka ini tentu kemampuannya berbeda-beda. Ada yang mampu membeli sepeda mahal ada yang tidak. Tapi kita semua bisa menyatu disini,” ujarnya.

Ketika bersepeda ke kantor (Bike to Work) belum dikenal seperti sekarang ini, Soebronto justru telah lama melakukannya. Setiap pagi seusai sholat subuh eksekutif yang juga pengurus PB PELTI ini selalu membiasakan bersepeda sepanjang lima puluh sampai enam puluh kilometer sebelum menuju tempat kerjanya. “Begitu sampai kantor, saya langsung mandi sebelum beraktivitas. Jadinya badan lebih segar” ujar lelaki yang seminggu sekali melakukan Bike to Work.

Bersepeda selain mengurangi polusi, juga menyehatkan. Bagi Soebronto, sepeda merupakan alat transportasi unik, menyehatkan sekaligus dapat menjangkau kemana saja. Dan sebagai sarana olah raga, bersepeda menurutnya jauh lebih efisien dibandingkan lari. Apalagi olahraga ini bisa dilakukan oleh semua umur dari anak-anak sampai lanjut usia.

“Setelah berolaharaga sepeda, upaya recovery dari penyakit jantung saya bisa berjalan lebih cepat,” ujarnya sungguh-sungguh. Hal ini kemudian dijadikannya pijakan untuk terus “bermain” dengan sepedanya. Bahkan “terapi” bersepeda ini juga diterapkan kepada salah satu rekan dan staff dealernya yang berusia 70 tahun. “Teman saya ini Bapak Yusuf. Baru berolahraga sebentar saja, sudah pingsan. Pelan-pelan saya ajak ia naik sepeda. Sekarang ini kondisi kesehatannya menjadi lebih baik,” katanya bangga.


Segudang Jabatan


Ketika mengayuh sepeda, Soebronto Laras mengaku tak selalu menemukan jalan mulus. Terkadang ia dituntut melewati trek terjal, berkelok, naik dan turun. Pun begitu dengan perjalanan karirnya. Sebelum mencapai posisi seperti sekarang ini, beragam tantangan sedikit demi sedikit ia tapaki.

Sebelum menjadi Dirut PT Indohero Steel & Engineering Co., dan PT Indo Mobil Utama (perakit motor dan mobil Suzuki), Soebronto memang telah dibesarkan oleh lingkungan yang sangat kental dengan nuansa otomotif. Ayahnya, R. Moerdowo (almarhum) merupakan importir mobil beberapa merk. Seperti: Citroen, Tempo dan Combi, semenjak tahun 1949.

Anak kedua dari empat bersaudara ini sempat memperdalam ilmu rekayasa mesin di Paisley College for Technology, Inggris dan ilmu bisnis di Paisley College for Technology. Sepulangnya dari Inggris ia bekerja di PT First Chemical Industry, yang bergerak dalam bidang formika, alat-alat plastik, dan perakitan kalkulator.

Karir Soebronto terus menanjak dan selalu menempati posisi penting di beberapa perusahaan. Antara lain: PT. Indomobil Niaga International, PT National Motors Co, dan PT. Unicor Mutiara Motor, Direktur Utama PT. Indomobil Sukses Internasional Tbk, yang merupakan perusahaan induk dari perusahaan-perusahaan dalam naungan Indomobil Group, Komisaris Utama PT Primus Financial Services dan Komisaris PT. Sumi Rubber Indonesia.


Majalah Prioritas 17

Cangkir Kecil Yang Ingin Bercerita


Yuni Shara


Kehadirannya mampu memberi panorama berbeda pada ranah musik sekaligus pengisi deretan nama selebritas tanah air yang populis. Ketika dia bercerita dengan musiknya itu biasa tetapi bagaimana saat Yuni merepresentasikan dirinya lewat sebuah buku.


Musik menurut Aristoteles mempunyai kemampuan untuk mendamaikan hati yang gundah, terapi rekreatif bahkan bisa menumbuhkan jiwa patriotisme. Rangkaian dari tiap-tiap nadanya terkadang lebih bisa bercerita ketimbang kalimat terpanjang yang pernah disusun seseorang. Namun ada kalanya musik hanya bunyi kosong dan hampa belaka saat diwujudkan tanpa hadirnya sebuah jiwa. Memang dibutuhkan sosok dengan level tertentu agar bisa membawa musik dan lagu tersebut lebih punya rasa. Dan Yuni Shara bisa melakukannya.
Nama lengkapnya Wahyu Setyaning Budi, sosok imut yang bisa menempatkan kepopulerannya dengan interprestasi berwarna di benak masing-masing masyarakat. Orang-orang diberi ruang untuk mengenalnya dengan “wajah” beragam. Entah sebagi kakak dari seorang diva pop terkenal, istri pengusaha, pelantun tembang melankolis tempo dulu, pemilik suara lembut sampai sosok penyanyi bertubuh mungil. Tapi diantara semua “berkah” tersebut dia tetap menonjol sebagai seorang penyanyi berkualitas yang hangat menyapa siapa saja.

Kehangatan itu pun terasa saat dirinya menceritakan ihwal buku dan album barunya guna menandai tetapak perjalanan usianya yang ke 35, Yuni. ”Judul albumnya Yuni Shara 35, dan untuk bukunya 35 Cangkir Kopi Yuni Shara,” paparnya diiringi tawa kecil. Akibatnya Yuni kini dihadapkan pada sebuah rutinitas baru yaitu sibuk berpromosi. “Bahkan dalam waktu dekat ini kita akan ke Malaysia,” tandasnya lagi.

Di album barunya Yuni meminta campur tangan gitaris Tohpati untuk mengaransemen musiknya sekaligus memberikan nuansa baru. Musisi lain yang juga terlibat adalah Melly Goeslaw dengan lagu ciptaannya berjudul SEPI. Sebuah lagu yang bertutur tentang kesedihan Yuni, tepatnya saat sang suami tercinta tengah mengalami cobaan besar.
Sedangkan untuk buku, Yuni dibantu oleh Tamara Geraldine yang berkolaborasi dengan Darwis Triadi.

Konteks untuk mencapai titik keberhasilan bagi masing-masing orang tentu berbeda, baik dari sisi pemaknaan maupun kenyataan. Pun sama halnya dengan Yuni dalam meretas jalan suksesnya. Diapun harus menyusuri lorong panjang permainan hidup yang terkadang tersenyum sinis atau manis terhadap dirinya. Tak berlebihan jika idiom cangkir digunakan untuk merefleksikan seorang Yuni dalam bermetamorfosis menjadi perempuan matang. Karena untuk membuat cangkir diperlukan tempaan dan pemanasan tinggi sebelum bersinar dan memiliki tampilan bagus. ”Dan itu sedikit banyak menggambarkan perjalanan hidup saya, yang sering menerima pengalaman pahit dan berat,” ujar ibu muda ini.

Abstraksi cangkir sendiri menurut Yuni adalah benda yang tidak perlu dipegang dengan keseluruhan tangan, tapi cukup usefull dalam mengusung tetes air kesejukan. “Kita cukup menggunakan dua jari kita saja untuk minum dari cangkir,” ujar perempuan kelahiran 3 Juni 1972 ini. Adapun sosok Yuni memang selalu bisa memberi kedamaian kepada teman-temannya. Menurut Tamara, Yuni tak pernah lelah meluangkan waktu sempitnya untuk teman dan saudaranya. Meski ada kalanya kerapuhan juga datang mendera.

Setidaknya gambaran itu terlihat saat Yuni membuka tirai kesedihannya dalam susunan kalimat sendu yang dia tulis di bukunya,” “Sebenarnya jenis perempuan macam apa aku ini tidak menjerit di kala sakit, tidak bergerak di kala memang waktunya harus pindah. Aku sebenarnya sudah sering menjerit tapi hanya di dalam hati, sampai aku sendiripun gak pernah denger suara hatiku sendiri.”

Di tengah sekian banyak gundukan asa pada album dan buku barunya, ada juga harapan sederhana,” Anak-anak saya baru latihan membaca jadi buku ini bisa jadi media untuk belajar.” Sepucuk keinginan sederhana dari seorang Bunda laiknya kebanyakan kaum ibu. Hal ini kian menandaskan bahwa menyandang predikat sebagai orang terkenal tak membuat Yuni terus mengawang. Sesekali dia ingin menjadi manusia biasa. Sejenak rehat dalam lelap, mendekap erat cinta Cello Obient Siahaan Cavin dan Obrient Salomon dua permata hatinya.

Bye..Bye... Catwalk


Larasati Gading


Tak hanya karpet catwalk Indonesia yang pernah dicicipinya. Pendar-pendar lampu panggung Eropa pun pernah dirasakannya. Tapi baginya semua itu hanya nukilan masa lalu yang tak ingin lagi ditapakinya. Kenapa?


Ketika media hiburan tengah dikepung euforia kebebasan, imbas pun harus diterima oleh kaum seleberitis di negeri ini. Tak ada lagi ruang privasi bagi mereka. Sorot kamera hampir tak ada jeda menyisir setiap sudut kehidupan figur-figur publik. Hingga terkadang menjurus ke wilayah “teritorial” yang tak selayaknya menjadi konsumsi publik.

Pun demikian dengan Larasati I.R. Gading. Wanita yang akrab disapa Larasati ini pernah merasakan ketidaknyamanan serupa dan menjadi obyek pemberitaan. “Saya paling sebel kalau dibilang artis,” ujar Ibu dari Alyssa Pratieswari, Melisa Maharani, dan Laetisha Maheswari ini, menimpali pertanyaan bagaimana “beratnya” menyandang status artis dalam kesehariannya.

Menurut wanita kelahiran Stuttgart, 14 November 1971 ini, artis adalah orang-orang yang bekerja dalam sebuah lingkup kesenian. Dan dia merasa profesinya sama sekali tidak menyentuh area tersebut. “Artis itu kan asal katanya dari art (seni). Jadi pada dasarnya tidak sembarangan orang mendapatkan predikat tersebut,” ungkapnya.

Bak kehilangan konteksnya “embel-embel” artis kini begitu mudah menempel pada diri seseorang. “Sekarang orang sekali main sinetron atau difoto, sudah bisa dibilang artis,” ujarnya menanggapi maraknya fenomena selebritas “instan”.

Dan menurut Larasati, esensi seni membutuhkan interprestasi untuk memahaminya. Laras sendiri begitu tinggi mengapresiasi seni. “Saya menguasai banyak sekali seni tari tradisional Indonesia,” paparnya. Baginya, seni mampu mengisi relung-relung emosi manusia hingga ke sisi terdalam.“Seni itu seperti bumbu yang membuat hidup ini lebih terasa nikmat,” ujar pemilik tinggi 175 ini.

Dalam zona nyamannya, saat ini Laras lebih tenang merenda harinya. Wanita yang fasih berbahasa Jerman, Inggris, Perancis, Italia, dan Belanda ini, kian mantap melangkah di profesi yang jauh dari hingar bingar kamera. “Saya sekarang atlet dan bukan model lagi,” ujarnya mantap. Apalagi kata Larasati, kini intensitasnya mendalami olahraga berkuda berbuah rangakaian prestasi. “Ketika sebuah prestasi dihargai, ada sebuah kebanggan sekaligus tantangan. Apalagi setelah saya masuk tim Sea Games 2001, tanggung jawabnya semakin besar,“ ujar Laras.

Dalam catatan prestasinya, pengurus PB Pordasi ini pernah meraih medali Perunggu di Sea Games 2001 dan PON 2004. Ditambah beberapa kali menjuarai World Trace Challennge untuk Asia Tenggara dan Rusia. Dalam menjalani karirnya sebagai model, pemegang prinsip hidup “Santai Saja” ini sudah merasa pada titik paling nadir.

Warna-warni dunia model tak lagi menarik bagi pemilik kuda bernama Nikolaus. Keputusan untuk menjauhi dunia yang pernah membesarkan namanya ini dirasa sangat tepat . “Saya berhenti menjadi model sejak tahun 1997,” katanya. Bagi Larasati, saat ini tak sedikitpun terbersit untuk kembali ke dunia catwalk.

Ya, setelah menoreh tinta emas di dunia model, Laras punya satu obsesi yang ingin diwujudkannya. “Saya ingin menyumbangkan sebuah kepingan emas untuk Indoneisa nantinya,” katanya mantap.

Thursday, May 24, 2007

Porto, Berdiri di Atas Dua Dunia


Kekokohan gedung-gedung tua, tak sekadar berperan sebagai pembingkai sejarah kota Porto. Tetapi juga pemberi arti akan pentingnya sebuah kebesaran masa lampau.

Senja merambah pelan menyiratkan warna keemasan. Pemandangan kota Porto kian membayang membentuk siluet besar. Gedung-gedung tua berasitektur kuno yang merangkai sebagian wajah kota ini, terasa lebih hangat menyapa. Dalam tapak-tapak budaya klasik eropa kota ini pun bertutur tentang kebesaran Portugal.

Portugal adalah sebuah negara di eropa barat daya. Negara ini berbatasan langsung dengan Spanyol di utara dan timur, serta Samudra Atlantik di bagian barat. Portugal terbagi atas 18 distrik, ditambah kepulauan Azores dan Madeira.

Wajah sebagian Portugal, dibelah sungai Tagus yang menjadi sungai terbesar di Semenanjung Iberia. Sungai ini memanjang sejauh 1.038 km.
716 kilometernya berada di Spanyol, dan 275 km sisanya di Portugal. Sedangkan 47 km lagi merupakan batas antara Portugal dan Spanyol.
Sumber mata air sungai Tagus adalah Fuente de García, yang terletak di pegunungan Albarracín dan bermuara ke Samudra Atlantik di Lisabon.

Di masa lalunya kejayaan Portugal pernah terwakili oleh sosok Vasco Da Gamma. Seorang tokoh penjelajah yang membangun rute lautan dari Eropa ke India. Pelayarannya memungkinkan perdagangan dengan Timur Jauh, tanpa menggunakan rute kafilah Jalur Sutera yang mahal dan tidak aman, antara Timur Tengah dan Asia Tengah.

Vasco Da Gama merupakan pembuka gerbang era dominasi Eropa selama ratusan tahun melalui kekuatan laut dan perdagangan. Bahkan khusus di India kolonialisme Portugis bisa bertahta selama 450 tahun.

Ketika keseragaman (globalisasi) menjadi sebuah keniscayaan Portugal tetap melindungi akar budaya mereka dari penetrasi kebudayaan asing. Warga Portugal juga dikenal sangat membanggakan bahasa nasional mereka sehingga terkadang menyulitkan mereka sendiri ketika harus berinteraksi dengan orang lain menggunakan bahasa asing. Mayoritas penduduk Portugal (97%)-nya, beragama Katolik Roma.. Sedang (1%)-nya Protestan dan 2%-nya beragama lain.

Struktur Ekonomi Portugal lebih ditopang oleh sektor jasa. Meskipun hasil pertanian utama mereka seperti padi, kentang, zaitun, (olives), anggur, domba, lembu, kambing, unggas, ayam itik, daging, juga kedelai dan jagung berkembang baik. Portugal juga dikelilingi udara yang sejuk dan kondisi alam yang sangat indah, sehingga industri pariwisatanya sangat bagus.

Sementara Porto sendiri, merupakan kota terbesar ke dua di Portugal setelah Lisabon. Arsitektur kota Porto terangkai oleh bangunan abad pertengahan yang berdiri kokoh melewati batas waktu. Kekokohan gedung-gedung tua inipun, tak sekadar berperan sebagai pembingkai sejarah kota Porto. Tetapi juga pemberi arti akan pentingnya sebuah kebesaran masa lampau.

Porto mulai dipenuhi masyarakat pendatang pada abad ke 8. Mereka inilah yang kemudian membentuk wajah kota ini. Porto juga berjasa melahirkan seorang negosiator ulung bernama Afonso Martins Alho. Orang inilah yang berjasa mendamaikan antara Inggris dan Portugal untuk menandatangani sebuah pakta perjanjian di tahun 1352. Hingga kini nama Alfonso tetap diingat bukan hanya oleh masyarakat Porto, tetapi juga seluruh penduduk Portugal.

Seolah terlindungi oleh dinding-dinding besar yang mengelilinginya, semangat keagamaan, masyarakat Porto pun tidak pernah luntur. Dentang relijius yang berasal dari Gereja Sao Fransisico (bangunan yang dibangun pada akhir abad 14 hingga awal abad 15) tak pernah jeda menggema. Artistik Sao Fransisco pernah diperbaharui dengan tanpa merubah susunan struktur bangunannya. Keindahan gereja ini semakin “terang” memasuki abad 17 dan 18. Interior ruangannyanya dipenuhi lukisan-lukisan kayu dan kotak emas.

Semangat dan jiwa kota Porto sebagian terepresentasikan pada sebuah klub sepak bola lokal bernama FC Porto atau Futebol Clube do Porto. Klub ini didirikan pada tahun 1893 oleh António Nicolau de Almeida. Dalam jajaran elit sepak bola Portugal FC Porto sejajar dengan Sporting Lisboa dan Benfica, sebagai tiga klub besar. FC Porto mempunyai stadion bernama Estádio do Dragão. Sebelumnya stadion ini bernama Estádio das Antas sebelum direformasi pada tahun 2003 lalu. FC Porto telah dua kali menjuarai Liga Champions. Pertama kali pada tahun 1987 dan 2004 lalu, menjuarai Piala UEFA di tahun 2003.

Indahnya Porto tidak hanya bisa dilihat ketika matahari memberi sinar dan menyulut warna perak di dinding-dinding kota. Tetapi juga saat temaram bulan melukis wajah Porto dengan mengguyurkan warna-warna kuning menyilaukan mata.